![Panen Cengkeh Simeulue Antara Harapan dan Tantangan Menuju Masyarakat Sejahterah Panen Cengkeh Simeulue Antara Harapan dan Tantangan Menuju Masyarakat Sejahterah](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7OMRF3p5CR5t6rxikfim5AQ0TjCEkr-bj7xjIiA1TrG_BBe8gMXQMZxZtlgl3jFEzzwbK_XXw4k0iijC6yl6qPztO5LLx5fb0xtBzfGaNTIsSUglANeUapPE_DXGPoclEZQffuggooC0/s320/amonmawi.jpg)
Panen Cengkeh Simeulue Antara Harapan dan Tantangan Menuju Masyarakat Sejahterah
Sabtu, 20 Januari 2018
Amonmawi | Suasana pagi yang berselimut kabut putih menghiasi alam pedesaan yang masih terbilang asri, dengan suguhan secangkir kopi menyambut pagi yang indah setelah semalam suntuk memilah tangkai dan buah cengkeh hasil panen kemaren. Petani cengkeh bangun di pagi harinya untuk menjemur cengkeh supaya bisa kering dengan sebatas asa agar meraih sedikit harga yang lumayan besar walaupun kaki dan tangannya masih terasa pegal dan sakit akibat seharian penuh bergulat di atas pohon cengkeh. Belum sempat melepas lelah dari aktifitas seharian, ini pagi si Petani cengkeh sudah harus memikul bekal mendaki gunung untuk meraih sedikit harapan penopang hidup di atas pohon cengkeh.
Simeulue adalah kepulauan di kelilingi oleh samudera hindia terletak di Wilayah Provinsi Aceh ini dikenal sebagai penghasil komoditi cengkeh di Aceh. Nyaris seluruh kawasan di Simeulue, baik daratan besar maupun pulau-pulau kecil ditemukan pohon cengkeh. Pada periode 80an, pulau Simeulue dikenal sebagai pulau dollar karena penghasilan dari cengkeh yang besar menyebabkan banyak orang dari luar pulau berbondong-bondong mendatangi Simeulue untuk mencari pekerjaan, terutama ketika musim panen cengkeh tiba. Kesejahteraan meningkat, pemilik kebun cengkeh di Simeulue kerap menuturkan bahwa dahulu, banyak orang bisa berangkat pergi haji hanya dengan bermodal beberapa karung cengkeh kering saja.
Titik balik keemasan cengkeh di Kabupaten Simeulue terjadi sekitar Tahun 1992, berdirinya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) untuk kemudian memonopoli perdagangan cengkeh di seluruh Indonesia membuat harga cengkeh anjlok. Barulah setelah tsunami tahun 2004, di masa-masa awal cengkeh kembali dikelola, tidak ada regulasi ataupun bantuan langsung dari pemerintah untuk Petani cengkeh. Bentuk perhatian terhadap Petani cengkeh datang dari unsur perorangan.
Sekitar 13 Tahun setelah perawatan kembali cengkeh di Kabupaten Simeulue, pasang surut komoditas cengkeh ini tidak terlepas dari kendala harga yang kerap anjlok dengan penghasilan yang tak sesuai karena biaya produksi yang dikeluarkan jauh di atas pemasukan yang bisa didapatkan dari hasil panen cengkeh sebab proses pemanenan cengkeh itu butuh waktu berhari hari baru kemudian bisa dinikmati, itupun apabila tidak terkendala dengan cuaca alam seperti hujan akan sangat berdampak pada kerugian besar yang di alami oleh Petani cengkeh.
Di awal Tahun 2018 ini panen cengkeh di Simeulue sudah dimulai, setitik harapan masyarakat kecil untuk bisa menaruh masa depan dengan kehadiran panen cengkeh dapat melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Namun kembali kepada kondisi pasar yang tidak menentu terkadang asa masyarakat kecil ini menjadi sebuah tantangan besar, apalagi dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok dipasaran seakan tuntutan hidup tidak memihak terhadap rakyat kecil. Pada saat ini pasaran cengkeh kering di Kabupaten Simeulue berkisar Rp. 75 ribu/Kg. Iming-iming kesejahteraan belum menyentuh kalangan keluarga ekonomi menengah ke bawah.
Perekonomian masyarakat yang bertumpuh kepada beberapa sektor perekonomian yang ada di daerah Simeulue ini seakan tiada berdaya mendongkrak taraf hidup masyarakat menengah ke bawah untuk hidup sejahterah. Beberapa tahun yang lalu pemerintah mengagas perkebunan sawit yang menjadi harapan besar masyarakat, tapi malah kemudian menuai permasalahan yang tak pernah usai hingga di KSO kan kepada PT. Kasamaganda, lalu dijanjikan untuk dikembalikan ke Daerah oleh Bupati terpilih pada pilkada 2017 yang lalu bahkan hingga hari ini belum menuai hasil apa-apa. Begitu pun dengan wacana peremajaan kembali pohon kelapa, sepertinya baru dimulai dan entah berapa generasi lagi ke depan akan dapat dinikmati.
Dengan demikian akankah masyarakat simeulue bisa sejahterah dengan kondisi perekonomian yang seperti ini? Bisa jadi slogan Pemerintah menuju Simeulue yang adil dan sejahterah itu kelak hanyalah menjadi sebuah mimpi besar semata. Untuk terwujudnya kondisi ekonomi masyarakat yang adil dan sejahterah itu masih sangat jauh dari yang diharapkan apabila kemudian pemerintah tidak memberdayakan Petani cengkeh serta tidak mampu menjalin kerjasama dengan investor yang bisa mengelolah langsung hasil alam ini maka besar kemungkinan tiada ubahnya slogan pemerintah hari ini dengan pemerintahan yang sebelum-sebelumnya, terkesan hanyalah bualan para elit politik semata.